TUGAS INDIVIDU
ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI
MAKALAH
ETIKA KOMUNIKASI
“JURNALISME”
DI SUSUN OLEH:
NURRAHMAH
50500113003
JURNALISTIK A
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2014/2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur atas rahmat dan karunia yang
telah diberilan oleh Allah SWT. Karena atas rahmatNya itulah saya mampu
menyusun dan menyelesaikan makalah ini, yang berjudul “ETIKA KOMUNIKASI:
jurnalisme”.
Etika komunikasi menjadi hal yang sangat penting untuk
diperhatikan pada zaman sekarang ini, mengingat kita telah hidup pada era yang
mengedepankan komunikasi. Dan bagaimana kita menyikapinya tanpa merugikan orang
lain. Untuk itulah, saya menyusun makalah ini. Sehingga dapat membantu pembaca
untuk membedakan etika dalam komunikasi.
Saya sebagai manusia biasa tidak luput dari khilaf, untuk
itu saya sangat mengharapkan masukan dan kritik dari pembaca guna memperbaiki
penyusunan makalah ke depannya.
Penulis
Makassar,
22 desember 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Komunikasi, menjadi
salah satu ranah yang sangat sensitif di era globalisasi ini. Komunikasi sudah
menjadi sesuatu hal yang seolah-olah dituhankan. Kebutuhan akan informasi, bagi
publik. Menjadikan para pengumpul informasi (orang-orang media_dalam hal ini
jurnalisme) mengupayakan berbagai cara untuk menghadirkan informasi kepada
publik tersebut. Atas desakan kebutuhan informasi tersebut, terkadang para
reporter dan pemburu berita melakukan berbagai cara, yang kadang-kadang
melanggar kode etik maupun norma dalam komunikasi. Seolah-olah, etika
pemberitaan sebuah berita menjadi sebuah hal yang dikesampingkan. Fenomena yang
sepatutnya dihindarkan, mengingat jurnalisme adalah orang-orang yang seharusnya
memberitakan hal-hal yang tidak merugikan publik. Namun, sebenarnya bagaimana batasan
etika dalam komunikasi_umumnya_ dan khususnya jurnalisme itu sendiri. Apakah
memuat berita yang detail melanggar etika? Lalu, bagaimana dengan kewajiban
seorang wartawan untuk memenuhi keinginan publik untuk tahu.
B.
Rumusan
masalah
Berdasarkan latar belakang
di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut;
1.
Apa
pengertian etika?
2.
Apa
pengertian komunikasi?
3.
Bagaimana
etika komunikasi dalam dunia jurnalisme?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
etika
Etika, berasal dari
bahasa yunani “ethos”yang dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, yaitu
tempat tinggal yang biasa, padang rumput; kandang; kebiasaan; adat; akhlak;
watak; perasaan, sikap dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak,
kata ini (ta etha), artinya adalah adat kebiasaan. Arti terakhir inilah yang
menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “etika” yang oleh aristoteles
(384-322) dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Apabila dibatasi pada asal
usul kata ini, etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Etika dapat
dijelaskan dengan membedakan tiga arti, yaitu; (1) ilmu tentang apa yang baik
dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). (2) kumpulan
asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan (3)nilai mengenai benar dan salah
yang dianut suatu golongan atau masyarakat.[1]
Etika merupakan matriks yang mendasari sejarah
peradaban manusia; beranjak dari kerangka etika sebagai pedoman perilakunya,
berkembanglah manusia sebagai makhluk yang berakhlak. Akhlak bukanlah sekedar
sembarang berarti tingkahlaku(behavior) atau tindakan (act), melainkan perilaku
(conduct) yang sesuai dengan acuan tertentu, misalnya; adat istiadat, ,
tatakrama, sopan-santun pergaulan, berbagai kebiasaan yang didasarkan pada
kepatutan social dan kultural, dan berbagai pedoman perilaku lainnya.
Pendeknya, perilaku merupakan perbuatan yang berpedoman pada acuan tertentu. [2]
Perbincangan
mengenai etika dan moral adalah perbincangan tentang hubungan antarmanusia
dalam konteks baik dan buruk atau susila dan tidak susila. Hubungan ini
diwujudkan melalui norma (pedoman) dan oleh karena itu norma di landasi oleh
nilai, yaitu kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik
lahir maupun batin. Sebagai pedoman dalam kehidupan manusia, nilai juga bertalian
denga harapan, cita-cita, keinginan, dan segala pertimbangan batiniah manusia.
Nilai, adalah sesuatu yang tidak bersifat konkret, tidak dapat ditangkap oleh
indra manusia, dan oleh karena itu nilai apat bersifat subyektif dan sekaligus
objektif. Sementara itu, hubungan antara mora dan etika sangat erat, tetapi
keduanya memiliki sifat yang saling berbeda. Moral lebih merupakan suatu
ajaran, wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan
maupun tertulis, tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar
menjadi manusia yang baik, sedangkan etika adalah cabang filsafat yang mengkaji
secara kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran moral tersebut. Dengan kata
lain, menurut magnis-suseno, etika tidak berwenang menentukan apa yang boleh
atau yang tidak boleh dilakukan seseorang karena wewenang ini dianggap berada
di tangan pihak yang memberikan ajaran moral.[3]
B.
Pengertian Komunikasi
Lasswell, mendefinisikan komunikasi sebagai who says what
in which chanel to whom and with what effects (siapa mengatakan apa, kepada
siapa, melalui saluran apa, dan apa efeknya). Dari pernyataan lasswel ini telah
mencakup bagian komunikasi, yaitu; sumber, pesan, penerima, media/channel dan
effek/umpan balik. Teori komunikasi yang diungkapkan oleh lasswel menjadi teori
yang cukup terkenal, karena teori ini sesuai dengan proses komunikasi pada
zaman sekarang.
Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang melibatkan
dua belah pihak yang dengannya keduanya saling memahami dan mengerti. Terjadi
pengiriman pesan yang baik dan mendapatkan umpan balik yang baik pula.
Menurut islam, komunikasi hendaknya dalam rangka
mewujudkan keadilan, kejujuran, kesederhanaan, keberanian, kedamaian, etos
kerja, amanah, kritis, amar ma’ruf dan nahin mungkar sehingga media massa islam
harus dapat mewujudkan tranof knowledge untuk terciptanya level wisdom tertentu
dengan memanfaatkan berbagai media yang ada serta di bingkai oleh kerangka
wisdow juga.[4]
Untuk itu, dalam berkomunikasi haruslah mengandung
hal-hal yang bernilai kebenaran dan tidak mengganggu hak-hak orang lain.
C.
Etika komunikasi jurnalisme
KEJ (kode etik
jurnalistik) mengatur lima hal penting yang harus ditaati wartawan indonesia
sebagai cerminan kebebasan eksistensial dan tanggung jawab etisnya : (a) hak
tolak, yaitu hak wartawan untuk merahasiakan identitas narasumbernya, yang
dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan yang dapat digunakan jika
wartawan dimintai keterangan oleh penjabat penyidik atau diminta menjadi saksi
di pengadilan; (b) hak jawab, yakni hak anggota masyarakat atau narasumber
untuk meluruskan pemberitaan yang ternyata tidak akurat dengan cara mengirim
jawaban melalui tulisan; (c) hak koreksi, yaitu hak masyarakat dalam mengontrol
pelaksanaan kebebasan pers melalui mekanisme hak jawab; (d) off the record,
yakni hak wartawan untuk tidak menyiarkan sesuatu berita sesuai dengan
permintaan narasumber; (e) embargo, yaitu hak wartawan untuk menyiarkan sesuatu
berita sesuai dengan permintaan narasumber.[5]
Indonesia sebagai
negara yang berdasarkan pancasila, telah mengatur kode etik yang seharusnya di
miliki oeh para wartawannya. Yang kemudian harus berlandaskan pancasila.
Adapun etika yang
harus dipatuhi dalam media-media pemberitaan, yaitu:
1. Etika
jurnalisme surat kabar
Profesi jurnalisme
beberapa waktu lalu terkena skandal hebat. Situasinya sangat buruk sehingga
jajak pendapat menunjukkan, bahwa public lebih percaya kepada pengacara
ketimbang kepada wartawan. Ini menakutkan, sebab tanpa kredibilitas, reporter
berita mungkin akan dianggap seperti reporter yang menulis elvis diculik
makhluk luar angkasa. Mengapa jurnalistik jadi buruk? Mantan reporter new york
times, jayson blair menjadi buah bibir orang setelah dia mengaku berbohong dan
menjiplak berita tentang perang irak 2003. Dia menipu pembaca sehingga percaya
bahwa dia sedang menulis laporan langsung dari lokasi. Dia juga mengakui
mencuri karya reporter lainnya dan merekayasa kutipan dan membumbui detail
berita.
Tindakan blair yang
tidak etis menurunkan kepercayaan public kepada jurnalisme.
Penilaian dilakukan dari waktu ke waktu,
dan tidak ada Koran yang kebal terhadap penilaian. Pada 2003, new york post
terjebak dalam skandal saat penulis freelance robin green dituduh mengambil
artikel dari national enquirer tentang Kathie lee Gifford. Green tidak boleh lagi
memberikan kontribusi tulisan ke post.[6] Etika adalah inti produk jurnalistik.
Namun etika di Koran
tidak selalu tegas dan jelas. Etika tidak hanya berkaitan soal penggunaan
kutipan palsu atau berita bohong; sering kali ada wilayah yang samar dalam satu
isu etika dari suatu berita tertentu.
Bagaimana soal Memuat
foto seorang tentara yang tewas dalam perang? Ini adalah jurnalisme_pengambaran
adegan perang. Ini adalah keputusan sulit. Persoalan etika akan muncul_ apakah
kita akan memuatnya berdasarkan prinsip bahwa foto itu adalah jurnalisme yang
baik namun dengan risiko dicap mencari sensasi, atau apakah kita tidak usah
memuatnya? Masing-masing Koran mungkin akan mengambil keputusan yang
berbeda-beda soal ini.
Secara umum, jurnalis
mengikuti kode etik_ seperangkat prinsip moral_ untuk menjamin kebenaran,
kejujuran, akurasi, objektivitas, dan akuntabilitas.
Akurasi, kebenaran,
objektivitas, sensitivitas, keadilan, dan akuntabilitas public adalah prinsip
dasar dalam menentukan isu-isu etik.
Muatan berita, entah
itu dalam bentuk tulisan, foto atau bahkan kartun, adalah akurat. Berita harus
di edit dulu_kata-kata yang mengandung tuduhan, misalnya, harus ditiadakan agar
setiap makna kalimat tidak bias. Timing berita juga penting: secara etika,
jurnalis bertanggung jawab untuk menyebarkan informasi secepat mungkin. Namun
mereka juga harus memastikan bahwa timing suatu artikel atau foto memberi cukup
banyak waktu untuk direspons sebelum diambil keputusan, misalnya dalam sidang
dewan atau pemilu.
Jurnalisme harus berusaha
bekerja demi kebaikan public. Jika tidak ada nilai yang penting bagi public,
maka jurnalis tidak usah memuatnya. Berita harus membantu public untuk memahami
isu yang mememgaruhi kehidupan mereka dan bahkan memperkaya kehidupan mereka.
Berita untuk kebaikan public diantaranya, seperti investigasi pencemaran air
minum isi ulang, atau temuan daging sapi gelondongan.
Poin etika lainnya,
antara lain;
1) Indentifikasi
sumber jika dimungkinkan; public harus tahu apakah sumber itu reliable atau
tidak.
2) Hindari
mencari berita dengan menyamar, kecuali tidak ada cara lain dan informasinya
sangat penting bagi public.
3) Pastikan
semua huruf display_headline, rujukan, kutipan, ringkasan, grafis, dan caption
foto adalah akurat dan fair dalam mempresentasikan berita.
4) Jangan
merekayasa suatu kejadian untuk di foto.[7]
Kejujuran, integritas,
pemberitaan yang tidak bias adalah prinsip utama bagi reporter local. Di dalam
industry ini, ada perbedaan memang. Namun di banyak kantor berita utama,
kebanyakan orang akan bersikap hati-hati saat menghadapi isu yang tidak jelas
dari segi etika yang samar. Industry jurnalisme jelas pernah terkena masalah,
dan kebanyakan masalah itu selalu berkaitan dengan etika. Masih harus dilihat,
apakah jurnalis akan tetap berpegang teguh kepada kaidah etika mereka.[8]
2. Etika
jurnalisme televisi
Kita semua pernah
mendengar kritik: TV tak punya etika, ia melanggar prinsip keasilan, semuannya
demi rating… daftar kritik bisa terus bertambah, dan banyak kritik yang bisa dijustifikasi. Kasus demi kasus di dalam
jurnalisme TV telah menunjukkan berbagai
bentuk pelanggaran etika.[9]
Rating di televise
adalah ukuran dan perkiraan dari berapa banyak
penonton yang menyaksikan suatu acara tertentu. Rating yang bagus adalah
penting karena pengiklan membayar
jutaan dolar untuk menayangkan iklannya pada acara yang berranting tinggi.
Seemakin tinggi rating suatu acara TV, semakin banyak uang yang masuk saat
acara itu berlangsung. Sensasionalisme
di berita TV, karenanya akan menarik banyak penonton untuk menonton. Semakin
banyak penontonnya, semakin tinggi ratingnya.
Banyak
penulis dan produser berita TV gagal menjaga etika sampai-sampai penontonnya
tak lagi peka terhadap gaya tulisan sensasional. Pemirsa bukan hanya tak
menyadarinya, tetapi juga tak lagi tertarik karena saking banyaknya gaya itu di
TV. Loaded words adalah alat yang dipakai jurnalis yang tak bertangung jawab
dan ini menggerogoti dasar-dasar etika pemberitaan. Loaded words dapat
menyesatkan pemirsa karena mengandung konotasi, seperti “hanya,” “diakui” dan
“diharapkan.”
Ada
banyak jebakan yang harus dihindari dalam bahasa jurnalisme. Ingat bahwa
beberapa dari kita mungkin menerima begitu saja suatu kata karena sudah terlalu
terbiasa mendengar atau membacanya.[10]
3.
Etika
Jurnalisme internet
Seperti
medium lainnya, situs berita internet juga punya etika sendiri, atau mengikuti
etika medium tradisionalnya, sepeti website koran mengikuti edisi versi
cetaknya. Tetapi seringkali etika di internet adalah urusan belakangan.
Bagaimanapun juga, di bidang ini jarang sekali ada editor tua yang kerjanya
beredar di ruangan kantor berita, matanya ke sana kemari mengawasi reporter.
Website berita kebanyakan di isi oleh para penggila teknologi_bukan
jurnalis_dan jika ada reporter di sana biasanya dia sudah paham soal etika.
Menurut dearth, etika medium tradisional dan internet harus tetap sama.
Jadi,
jika berita di koran tertulis “wali kota mengesahkan kenaikan pajak” yang
dilengkapi denga foto pak wali kota, maka berita di versi internetnya
seharusnya serupa, bukan diganti dengan headline yang berisi berita lain.
Desain
adalah salah satu aspek utama dari website dan harus memuat pesan yang baik,
jelas dan konsisten kepada audien.[11]
Penempatan
gambar, audio maupun vidio di internet harusnya tidak mengandung hal-hal
menjatuhkan image dari orang yang diberitakan. Internet memang media
pemberitaan yang tergolong baru, namun penyebaran informasi pada internet itu
jauh lebih cepat ketimbang media seperti surat kabar maupun televisi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Etika dalam komunikasi
menjadi hal yang sangat penting. Bagaimana konsep etika begitu mempengaruhi
sebuah pemberitaan. Perbincangan mengenai etika dan moral adalah perbincangan
tentang hubungan antarmanusia dalam konteks baik dan buruk atau susila dan
tidak susila. Hubungan ini diwujudkan melalui norma (pedoman) dan oleh karena
itu norma di landasi oleh nilai, yaitu kualitas dari sesuatu yang bermanfaat
bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Sebagai pedoman dalam
kehidupan manusia, nilai juga bertalian denga harapan, cita-cita, keinginan,
dan segala pertimbangan batiniah manusia.
Menurut islam,
komunikasi hendaknya dalam rangka mewujudkan keadilan, kejujuran,
kesederhanaan, keberanian, kedamaian, etos kerja, amanah, kritis, amar ma’ruf
dan nahin mungkar sehingga media massa islam harus dapat mewujudkan tranof
knowledge untuk terciptanya level wisdom tertentu dengan memanfaatkan berbagai
media yang ada serta di bingkai oleh kerangka wisdow juga.
B.
Kritik
dan saran
Jurnalis diatur
oleh kode etik yang harus mereka patuhi agar mereka tetap dipercaya orang lain.
Mungkin ada beberapa perbedaan etika untuk medium yang berbeda-beda, namun
etika semakin penting untuk dipahami dewasa ini.
DAFTAR PUSTAKA
Natsir,
nanat fatah. Moral dan etika elite politik. Cet 1. Yogyakarta:pustaka pelajar.
2010.
Ming, tu weing:Pengantar fuad hasan. Etika konfusianisme. Cet 1.
Jakarta: teraju mizan. 2005.
Taufik, M. tata. Etika komunikasi islam. Cet 1. Bandung: pustaka
setia. 2012.
Wibowo, wahyu. Menuju jurnalisme beretika:peran
bahasa, bisnis, dan politik di era mondial. Cet 1. Jakarta: kompas media
nusantara. 2009.
Passante,
christoher k. the complete ideal’s guides: journalism. Cet
1. Jakarta: prenada media. 2008.
[1]
Natsir, nanat fatah. Moral dan etika elite politik. Cet 1. Yogyakarta:pustaka
pelajar. 2010. Hlm 9-10
[2]
Ming, tu weing:Pengantar fuad hasan. Etika konfusianisme. Cet 1. Jakarta:
teraju mizan. 2005. Hlm xiii
[3]
Taufik, M. tata. Etika komunikasi islam. Hlm 159-160
[4]
Taufik, M. tata. Etika komunikasi islam. Cet 1. Bandung: pustaka setia. 2012.
Hlm 15
[5] Wibowo, wahyu. Menuju jurnalisme
beretika:peran bahasa, bisnis, dan politik di era mondial.cet 1. Jakarta:
kompas media nusantara. 2009. Hlm 151-152
[6] Passante,
christoher k. the complete ideal’s guides: journalism. Cet 1. Jakarta: prenada media. 2008.
Hlm 60-61
[7]
Passante, christoher k. the complete ideal’s guides: journalism. Hlm 61-63
[8]
Passante, christoher k. the complete ideal’s guides: journalism. Hlm 64
[9]
Passante, christoher k. the complete ideal’s guides: journalism. Hlm 182
[10]
Passante, christoher k. the complete ideal’s guides: journalism. Hlm 186-189
[11]
Passante, christoher k. the complete ideal’s guides: journalism. Hlm 255-230
Tidak ada komentar:
Posting Komentar