Jumat, 11 April 2014

sang kemeja hijau

aku gundah malam ini,
tak satupun inboxnya termaktub dalam ponselku,
aku gundah malam ini,
ketika ku mulai ragu kan pernyataanmu itu,
melamarku dihadapan ayahku,,,
aku gundah malam ini,,
ketika ku mulai menyadari,,
kata-kata itu hanyalah dimiliki anak-anak ingusanyang bahkan tak tahu jalan pulang,,
aku gundah malam ini,,
ketika sadar dalam kyala ini,
janji itu hanyalah permainan bahasa ABG2 dunia maya,
sedangku tahu bahwa kau dan dirinya masih dalam ikatan tak sempurna,,,
aku gundah malam ini,,
ketika rasio ku tak mampu benarkan kata-kata itu,,
kala bahkan aku rindu saat bersamamu,,
aku semakin gundah malam ini,,,
ketika waktu mulai menjawab tanya dalam hati 
            
rahmah dan gelisah
kinyoubi,11/04/2014



14/09/2014. 7:17


Dia bahkan tidak peduli, tidak mau membalas pesan itu. Walau tanyaku itu hanya seputar nama dosen, ahhkkk aku memang bodoh, menganggapnya lebih dari yang lain, menganggapnya istimewa dan luar biasa. Bahkan untuk mengetik beberapa huruf itu saja, ia enggan. Setidaknya untuk seorang teman seperti, aku. Ahkkk, haruskah ku hitung seberapa besar kepedulianku padanya, agar ia tergugah hatinya untuk membalas pesan itu, tapi aku bukan orang yang terlalu pandai menghitung pengeluaran. Sementara, sesak nafasku kian bertambah parah. Andaikan aku sedikit lebih peduli dengan nama dosen-dosenku, aku bahkan tak akan meminta apapun dari mu. Tidak sama sekali, hanya saja itulah kelemahanku. Tidak memperdulikan hal-hal yang menurutku kecil. Kau tahu, kau adalah hal besar dalam hidupku, hingga ku menempatkanmu dalam posisi kesekian dalam hidupku. Pentingkah itu buatmu, kenapa aku peduli pada orang lain? Sementara tak satupun yang akan menggubrisku. Aku tidak peduli, tidak … tidak akan sesakit dulu. Aku telah kebal, atau apa karena aku orang asing? Untukmu?.  KEMEJA HIJAU. Haruskah aku membencimu? Atau membalas dendam atas kekesalan hati ini, aku membencimu. Tidak ingin bertemu denganmu esok ataupun hari ini. Mengapa? Lagi-lagi! Ketika di saat-saat penting seperti ini, justru malaikat-malaikat itu pergi menjauh. Kemana perginya, sayap-sayap lembut dan halus itu? Tak ada satupun bulu yang ia sisakan untukku. Apa jaminannya, haruskah aku berpikir positif lagi bila hal-hal negative it uterus berkeliaran begitu saja disekelilingku. Biarkan cinta itu berubah menjadi dendam,

Puisi

aku ada dalam ketiadaan,
melupakan asa yang tak pernah ada,
aku bahkan tak mengerti apa yang aku rasa,
semuanya bagai dalam genggaman pasir,
bagai bara dalam air,
tak terbakar ,tak jua padam.
*****
aku mulai ragu pada sinar  mentari,
aku mulai ragu pada sejuknya embun
dan aku mulai ragu pada sajak2 kasih yang terucap.

aku tidak mengerti tentang jalan pikiran seseorang, padahal aku sangat ingin memahami apa yang tengah mereka pikirkan. sekalipun itu mungkin saja tentang aku yang selalu saja mengabaikan perjatian mereka. yang sebenarnya adalah aku tidak benar-benar ingin mengabaikan mereka, hanya saja aku terlalu takut untuk mengatakan betapa orang-orang itu sangat berarti dalam hidupku