Selasa, 23 Desember 2014

Etika Komunikasi



TUGAS INDIVIDU
ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI

MAKALAH
ETIKA KOMUNIKASI
“JURNALISME”


DI SUSUN OLEH:
NURRAHMAH
50500113003
JURNALISTIK A


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2014/2015



KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur atas rahmat dan karunia yang telah diberilan oleh Allah SWT. Karena atas rahmatNya itulah saya mampu menyusun dan menyelesaikan makalah ini, yang berjudul “ETIKA KOMUNIKASI: jurnalisme”.
Etika komunikasi menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan pada zaman sekarang ini, mengingat kita telah hidup pada era yang mengedepankan komunikasi. Dan bagaimana kita menyikapinya tanpa merugikan orang lain. Untuk itulah, saya menyusun makalah ini. Sehingga dapat membantu pembaca untuk membedakan etika dalam komunikasi.
Saya sebagai manusia biasa tidak luput dari khilaf, untuk itu saya sangat mengharapkan masukan dan kritik dari pembaca guna memperbaiki penyusunan makalah ke depannya.




                                                                                                    Penulis
                                                                                    Makassar, 22 desember 2014
                       








BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Komunikasi, menjadi salah satu ranah yang sangat sensitif di era globalisasi ini. Komunikasi sudah menjadi sesuatu hal yang seolah-olah dituhankan. Kebutuhan akan informasi, bagi publik. Menjadikan para pengumpul informasi (orang-orang media_dalam hal ini jurnalisme) mengupayakan berbagai cara untuk menghadirkan informasi kepada publik tersebut. Atas desakan kebutuhan informasi tersebut, terkadang para reporter dan pemburu berita melakukan berbagai cara, yang kadang-kadang melanggar kode etik maupun norma dalam komunikasi. Seolah-olah, etika pemberitaan sebuah berita menjadi sebuah hal yang dikesampingkan. Fenomena yang sepatutnya dihindarkan, mengingat jurnalisme adalah orang-orang yang seharusnya memberitakan hal-hal yang tidak merugikan publik. Namun, sebenarnya bagaimana batasan etika dalam komunikasi_umumnya_ dan khususnya jurnalisme itu sendiri. Apakah memuat berita yang detail melanggar etika? Lalu, bagaimana dengan kewajiban seorang wartawan untuk memenuhi keinginan publik untuk tahu.


B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut;
1.      Apa pengertian etika?
2.      Apa pengertian komunikasi?
3.      Bagaimana etika komunikasi dalam dunia jurnalisme?






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian etika
Etika, berasal dari bahasa yunani “ethos”yang dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, yaitu tempat tinggal yang biasa, padang rumput; kandang; kebiasaan; adat; akhlak; watak; perasaan, sikap dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak, kata ini (ta etha), artinya adalah adat kebiasaan. Arti terakhir inilah yang menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “etika” yang oleh aristoteles (384-322) dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Apabila dibatasi pada asal usul kata ini, etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan  atau ilmu tentang adat kebiasaan. Etika dapat dijelaskan dengan membedakan tiga arti, yaitu; (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan (3)nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.[1]
Etika merupakan matriks yang mendasari sejarah peradaban manusia; beranjak dari kerangka etika sebagai pedoman perilakunya, berkembanglah manusia sebagai makhluk yang berakhlak. Akhlak bukanlah sekedar sembarang berarti tingkahlaku(behavior) atau tindakan (act), melainkan perilaku (conduct) yang sesuai dengan acuan tertentu, misalnya; adat istiadat, , tatakrama, sopan-santun pergaulan, berbagai kebiasaan yang didasarkan pada kepatutan social dan kultural, dan berbagai pedoman perilaku lainnya. Pendeknya, perilaku merupakan perbuatan yang berpedoman pada acuan tertentu. [2]
Perbincangan mengenai etika dan moral adalah perbincangan tentang hubungan antarmanusia dalam konteks baik dan buruk atau susila dan tidak susila. Hubungan ini diwujudkan melalui norma (pedoman) dan oleh karena itu norma di landasi oleh nilai, yaitu kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Sebagai pedoman dalam kehidupan manusia, nilai juga bertalian denga harapan, cita-cita, keinginan, dan segala pertimbangan batiniah manusia. Nilai, adalah sesuatu yang tidak bersifat konkret, tidak dapat ditangkap oleh indra manusia, dan oleh karena itu nilai apat bersifat subyektif dan sekaligus objektif. Sementara itu, hubungan antara mora dan etika sangat erat, tetapi keduanya memiliki sifat yang saling berbeda. Moral lebih merupakan suatu ajaran, wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis, tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik, sedangkan etika adalah cabang filsafat yang mengkaji secara kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran moral tersebut. Dengan kata lain, menurut magnis-suseno, etika tidak berwenang menentukan apa yang boleh atau yang tidak boleh dilakukan seseorang karena wewenang ini dianggap berada di tangan pihak yang memberikan ajaran moral.[3]

B.      Pengertian Komunikasi
Lasswell, mendefinisikan komunikasi sebagai who says what in which chanel to whom and with what effects (siapa mengatakan apa, kepada siapa, melalui saluran apa, dan apa efeknya). Dari pernyataan lasswel ini telah mencakup bagian komunikasi, yaitu; sumber, pesan, penerima, media/channel dan effek/umpan balik. Teori komunikasi yang diungkapkan oleh lasswel menjadi teori yang cukup terkenal, karena teori ini sesuai dengan proses komunikasi pada zaman sekarang.
Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang melibatkan dua belah pihak yang dengannya keduanya saling memahami dan mengerti. Terjadi pengiriman pesan yang baik dan mendapatkan umpan balik yang baik pula.
Menurut islam, komunikasi hendaknya dalam rangka mewujudkan keadilan, kejujuran, kesederhanaan, keberanian, kedamaian, etos kerja, amanah, kritis, amar ma’ruf dan nahin mungkar sehingga media massa islam harus dapat mewujudkan tranof knowledge untuk terciptanya level wisdom tertentu dengan memanfaatkan berbagai media yang ada serta di bingkai oleh kerangka wisdow juga.[4]
Untuk itu, dalam berkomunikasi haruslah mengandung hal-hal yang bernilai kebenaran dan tidak mengganggu hak-hak orang lain.

C.     Etika komunikasi jurnalisme
KEJ (kode etik jurnalistik) mengatur lima hal penting yang harus ditaati wartawan indonesia sebagai cerminan kebebasan eksistensial dan tanggung jawab etisnya : (a) hak tolak, yaitu hak wartawan untuk merahasiakan identitas narasumbernya, yang dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan yang dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh penjabat penyidik atau diminta menjadi saksi di pengadilan; (b) hak jawab, yakni hak anggota masyarakat atau narasumber untuk meluruskan pemberitaan yang ternyata tidak akurat dengan cara mengirim jawaban melalui tulisan; (c) hak koreksi, yaitu hak masyarakat dalam mengontrol pelaksanaan kebebasan pers melalui mekanisme hak jawab; (d) off the record, yakni hak wartawan untuk tidak menyiarkan sesuatu berita sesuai dengan permintaan narasumber; (e) embargo, yaitu hak wartawan untuk menyiarkan sesuatu berita sesuai dengan permintaan narasumber.[5]
Indonesia sebagai negara yang berdasarkan pancasila, telah mengatur kode etik yang seharusnya di miliki oeh para wartawannya. Yang kemudian harus berlandaskan pancasila.
Adapun etika yang harus dipatuhi dalam media-media pemberitaan, yaitu:

1.      Etika jurnalisme surat kabar
Profesi jurnalisme beberapa waktu lalu terkena skandal hebat. Situasinya sangat buruk sehingga jajak pendapat menunjukkan, bahwa public lebih percaya kepada pengacara ketimbang kepada wartawan. Ini menakutkan, sebab tanpa kredibilitas, reporter berita mungkin akan dianggap seperti reporter yang menulis elvis diculik makhluk luar angkasa. Mengapa jurnalistik jadi buruk? Mantan reporter new york times, jayson blair menjadi buah bibir orang setelah dia mengaku berbohong dan menjiplak berita tentang perang irak 2003. Dia menipu pembaca sehingga percaya bahwa dia sedang menulis laporan langsung dari lokasi. Dia juga mengakui mencuri karya reporter lainnya dan merekayasa kutipan dan membumbui detail berita.
Tindakan blair yang tidak etis menurunkan kepercayaan public kepada jurnalisme.
Penilaian dilakukan dari waktu ke waktu, dan tidak ada Koran yang kebal terhadap penilaian. Pada 2003, new york post terjebak dalam skandal saat penulis freelance robin green dituduh mengambil artikel dari national enquirer tentang Kathie lee Gifford. Green tidak boleh lagi memberikan kontribusi tulisan ke post.[6] Etika adalah inti produk jurnalistik.
Namun etika di Koran tidak selalu tegas dan jelas. Etika tidak hanya berkaitan soal penggunaan kutipan palsu atau berita bohong; sering kali ada wilayah yang samar dalam satu isu etika dari suatu berita tertentu.
Bagaimana soal Memuat foto seorang tentara yang tewas dalam perang? Ini adalah jurnalisme_pengambaran adegan perang. Ini adalah keputusan sulit. Persoalan etika akan muncul_ apakah kita akan memuatnya berdasarkan prinsip bahwa foto itu adalah jurnalisme yang baik namun dengan risiko dicap mencari sensasi, atau apakah kita tidak usah memuatnya? Masing-masing Koran mungkin akan mengambil keputusan yang berbeda-beda soal ini.
Secara umum, jurnalis mengikuti kode etik_ seperangkat prinsip moral_ untuk menjamin kebenaran, kejujuran, akurasi, objektivitas, dan akuntabilitas.
Akurasi, kebenaran, objektivitas, sensitivitas, keadilan, dan akuntabilitas public adalah prinsip dasar dalam menentukan isu-isu etik.
Muatan berita, entah itu dalam bentuk tulisan, foto atau bahkan kartun, adalah akurat. Berita harus di edit dulu_kata-kata yang mengandung tuduhan, misalnya, harus ditiadakan agar setiap makna kalimat tidak bias. Timing berita juga penting: secara etika, jurnalis bertanggung jawab untuk menyebarkan informasi secepat mungkin. Namun mereka juga harus memastikan bahwa timing suatu artikel atau foto memberi cukup banyak waktu untuk direspons sebelum diambil keputusan, misalnya dalam sidang dewan atau pemilu.
Jurnalisme harus berusaha bekerja demi kebaikan public. Jika tidak ada nilai yang penting bagi public, maka jurnalis tidak usah memuatnya. Berita harus membantu public untuk memahami isu yang mememgaruhi kehidupan mereka dan bahkan memperkaya kehidupan mereka. Berita untuk kebaikan public diantaranya, seperti investigasi pencemaran air minum isi ulang, atau temuan daging sapi gelondongan.
Poin etika lainnya, antara lain;
1)      Indentifikasi sumber jika dimungkinkan; public harus tahu apakah sumber itu reliable atau tidak.
2)      Hindari mencari berita dengan menyamar, kecuali tidak ada cara lain dan informasinya sangat penting bagi public.
3)      Pastikan semua huruf display_headline, rujukan, kutipan, ringkasan, grafis, dan caption foto adalah akurat dan fair dalam mempresentasikan berita.
4)      Jangan merekayasa suatu kejadian untuk di foto.[7]

Kejujuran, integritas, pemberitaan yang tidak bias adalah prinsip utama bagi reporter local. Di dalam industry ini, ada perbedaan memang. Namun di banyak kantor berita utama, kebanyakan orang akan bersikap hati-hati saat menghadapi isu yang tidak jelas dari segi etika yang samar. Industry jurnalisme jelas pernah terkena masalah, dan kebanyakan masalah itu selalu berkaitan dengan etika. Masih harus dilihat, apakah jurnalis akan tetap berpegang teguh kepada kaidah etika mereka.[8]

2.      Etika jurnalisme televisi
Kita semua pernah mendengar kritik: TV tak punya etika, ia melanggar prinsip keasilan, semuannya demi rating… daftar kritik bisa terus bertambah, dan banyak kritik  yang bisa dijustifikasi. Kasus demi kasus di dalam jurnalisme TV  telah menunjukkan berbagai bentuk pelanggaran etika.[9]
Rating di televise adalah ukuran dan perkiraan dari berapa banyak  penonton yang menyaksikan suatu acara tertentu. Rating yang bagus adalah penting karena pengiklan membayar jutaan dolar untuk menayangkan iklannya pada acara yang berranting tinggi. Seemakin tinggi rating suatu acara TV, semakin banyak uang yang masuk saat acara itu berlangsung. Sensasionalisme di berita TV, karenanya akan menarik banyak penonton untuk menonton. Semakin banyak penontonnya, semakin tinggi ratingnya.
Banyak penulis dan produser berita TV gagal menjaga etika sampai-sampai penontonnya tak lagi peka terhadap gaya tulisan sensasional. Pemirsa bukan hanya tak menyadarinya, tetapi juga tak lagi tertarik karena saking banyaknya gaya itu di TV. Loaded words adalah alat yang dipakai jurnalis yang tak bertangung jawab dan ini menggerogoti dasar-dasar etika pemberitaan. Loaded words dapat menyesatkan pemirsa karena mengandung konotasi, seperti “hanya,” “diakui” dan “diharapkan.”
Ada banyak jebakan yang harus dihindari dalam bahasa jurnalisme. Ingat bahwa beberapa dari kita mungkin menerima begitu saja suatu kata karena sudah terlalu terbiasa mendengar atau membacanya.[10]

3.      Etika Jurnalisme internet
Seperti medium lainnya, situs berita internet juga punya etika sendiri, atau mengikuti etika medium tradisionalnya, sepeti website koran mengikuti edisi versi cetaknya. Tetapi seringkali etika di internet adalah urusan belakangan. Bagaimanapun juga, di bidang ini jarang sekali ada editor tua yang kerjanya beredar di ruangan kantor berita, matanya ke sana kemari mengawasi reporter. Website berita kebanyakan di isi oleh para penggila teknologi_bukan jurnalis_dan jika ada reporter di sana biasanya dia sudah paham soal etika. Menurut dearth, etika medium tradisional dan internet harus tetap sama.
Jadi, jika berita di koran tertulis “wali kota mengesahkan kenaikan pajak” yang dilengkapi denga foto pak wali kota, maka berita di versi internetnya seharusnya serupa, bukan diganti dengan headline yang berisi berita lain.
Desain adalah salah satu aspek utama dari website dan harus memuat pesan yang baik, jelas dan konsisten kepada audien.[11]
Penempatan gambar, audio maupun vidio di internet harusnya tidak mengandung hal-hal menjatuhkan image dari orang yang diberitakan. Internet memang media pemberitaan yang tergolong baru, namun penyebaran informasi pada internet itu jauh lebih cepat ketimbang media seperti surat kabar maupun televisi.





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Etika dalam komunikasi menjadi hal yang sangat penting. Bagaimana konsep etika begitu mempengaruhi sebuah pemberitaan. Perbincangan mengenai etika dan moral adalah perbincangan tentang hubungan antarmanusia dalam konteks baik dan buruk atau susila dan tidak susila. Hubungan ini diwujudkan melalui norma (pedoman) dan oleh karena itu norma di landasi oleh nilai, yaitu kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Sebagai pedoman dalam kehidupan manusia, nilai juga bertalian denga harapan, cita-cita, keinginan, dan segala pertimbangan batiniah manusia.
Menurut islam, komunikasi hendaknya dalam rangka mewujudkan keadilan, kejujuran, kesederhanaan, keberanian, kedamaian, etos kerja, amanah, kritis, amar ma’ruf dan nahin mungkar sehingga media massa islam harus dapat mewujudkan tranof knowledge untuk terciptanya level wisdom tertentu dengan memanfaatkan berbagai media yang ada serta di bingkai oleh kerangka wisdow juga.

B.     Kritik dan saran
Jurnalis diatur oleh kode etik yang harus mereka patuhi agar mereka tetap dipercaya orang lain. Mungkin ada beberapa perbedaan etika untuk medium yang berbeda-beda, namun etika semakin penting untuk dipahami dewasa ini.












DAFTAR PUSTAKA
Natsir, nanat fatah. Moral dan etika elite politik. Cet 1. Yogyakarta:pustaka pelajar. 2010.
Ming, tu weing:Pengantar fuad hasan. Etika konfusianisme. Cet 1. Jakarta: teraju mizan. 2005.
Taufik, M. tata. Etika komunikasi islam. Cet 1. Bandung: pustaka setia. 2012.
Wibowo, wahyu. Menuju jurnalisme beretika:peran bahasa, bisnis, dan politik di era mondial. Cet 1. Jakarta: kompas media nusantara. 2009.
Passante, christoher k. the complete ideal’s guides: journalism. Cet 1. Jakarta: prenada media. 2008.


[1] Natsir, nanat fatah. Moral dan etika elite politik. Cet 1. Yogyakarta:pustaka pelajar. 2010. Hlm 9-10
[2] Ming, tu weing:Pengantar fuad hasan. Etika konfusianisme. Cet 1. Jakarta: teraju mizan. 2005. Hlm xiii
[3] Taufik, M. tata. Etika komunikasi islam. Hlm 159-160
[4] Taufik, M. tata. Etika komunikasi islam. Cet 1. Bandung: pustaka setia. 2012. Hlm 15
[5] Wibowo, wahyu. Menuju jurnalisme beretika:peran bahasa, bisnis, dan politik di era mondial.cet 1. Jakarta: kompas media nusantara. 2009. Hlm 151-152
[6]   Passante, christoher k. the complete ideal’s guides: journalism. Cet 1. Jakarta: prenada media. 2008. Hlm  60-61
[7] Passante, christoher k. the complete ideal’s guides: journalism. Hlm 61-63
[8] Passante, christoher k. the complete ideal’s guides: journalism. Hlm 64
[9] Passante, christoher k. the complete ideal’s guides: journalism. Hlm 182
[10] Passante, christoher k. the complete ideal’s guides: journalism. Hlm 186-189
[11] Passante, christoher k. the complete ideal’s guides: journalism. Hlm 255-230